Rabu, 03 Juni 2020

Model dan Metode Pembelajaran di Pendidikan Tinggi


Dalam buku kurikulum pendidikan tinggi (2014) disebutkan bahwa pada pendidikan tinggi, pola pembelajaran yang terpusat pada dosen (Teaching Centered Learning/TCL) sudah tidak memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis capaian pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya perubahan dalam pola pembelajaran menjadi pembelajaran Student Centered Learning (SCL). Student-centered-learning (SCL) adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan siswa untuk menghasilkan kesempatan belajar dan merekonstruksi pengetahuan secara dinamis dalam pembelajaran terbuka lingkungan (Hannafin, Hill, Land, & Lee, 2014). Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dinyatakan bahwa ”Pembelajaran adalah interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar, di dalam lingkungan belajar tertentu”. Berdasarkan pada pernyataan di atas maka dalam mendeskripsikan setiap unsur yang terlibat dalam pembe­lajaran tersebut dapat ditengarai ciri pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning).
Ciri metode pembelajaran SCL sesuai unsurnya dapat dirinci sebagai berikut: dosen, berperan sebagai fasilitator dan motivator; mahasiswa, harus menun­jukkan kinerja, yang bersifat kreatif yang mengintergrasikan kemampuan kognitif, psikomotorik dan afeksi secara utuh; proses interaksinya, menitik­beratkan pada “ method of inquiry and discovery”; sumber belajarnya, bersifat multi demensi, artinya bisa didapat dari mana saja; dan lingkungan belajarnya, harus terancang dan kontekstual.
Di dalam proses pembelajaran SCL, dosen masih memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan SCL, sebagai berikut:
a.    Bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
b.    Memahami capaian pembelajaran matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran.
c.    Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat.
d.   Menyediakan beragam pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut mata kuliah
e.    Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari.
f.      Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan capaian pembelajaran yang akan diukur.
Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah:
a.    Memahami capaian pembelajaran mata kuliah yang dipaparkan dosen.
b.    Menguasai strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen.
c.    Menyepakati rencana pembelajaran untuk mata kuliah yang diikutinya. Belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegia­tan berfikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun berkelompok.
Proses pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib dilakukan secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah dengan beban belajar yang terukur dan menggunakan metode pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata kuliah. Metode pembelajaran yang dapat dipilih untuk pelaksanaan pembelajaran mata kuliah antara lain Discovery Learning (DL), Self-Directed Learning (SDL), Cooperative Learning (CL), Collaborative Learning (CbL), dan Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain itu masih banyak model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap pendidik/dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri. Berikut akan uraian dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
a.    Discovery Learning (DL)
DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
b.    Self-Directed Learning (SDL)
SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara dosen hanya bertindak sebagai fasili­tator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut. Metode belajar ini bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggungjawab terhadap semua fikiran dan tindakan yang dilakukannya. Metode pembelajaran SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi, yaitu sebagai orang dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip yang digunakan di dalam SDL adalah: (a) Pengalaman merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat; (b) Kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi pembelajar mandiri; dan (c) Orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan daripada dari isi matakuliah. Pengakuan, penghargaan, dan dukungan terhadap proses belajar orang dewasa perlu diciptakan dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, dosen dan mahasiswa harus memiliki semangat yang saling melengkapi dalam melakukan pencarian pengetahuan.
c.    Cooperative Learning (CL)
CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akade­mik yang beragam. Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkah- langkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teacher-centered dan student- centered learning. Metode ini bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggung­jawab individu dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa; dan (d) keterampilan sosial mahasiswa.
d.   Collaborative Learning (CbL)
CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh ang­gota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelom­pok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelom­pok.
e.    Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I)
PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a) Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/ beberapa kompetensi yang dituntut matakuliah, dari dosennya; (b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; (c) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d) Menganalis strategi pemecahan masalah PBL/I adalah belajar dengan meman­faatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
Dosen dalam memilih metode pembelajaran perlu memperhatikan beberapa unsur, yaitu: (1) Mahasiswa; (2) Materi ajar/bahan kajian; dan (c) Sarana dan media pembelajaran. Yang terpeting dalam pemilihan wujud ketiga unsur tersebut, dosen perlu berfokus pada capaian pembelajaran yang akan dicapai. Agar metode pembelajarannya efektif, dosen perlu mempertimbangkan unsur sarana dan media. Agar pembelajaran lebih efisien maka dosen perlu mempertimbangkan sarana dan media tersebut, terkait dengan jumlah mahasiswa. Sedangkan untuk keberhasilannya mencapai kompe­tensi, dosen perlu mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik dan tingkat kesukaran atau kompleksitas materi ajarnya.

Referensi:


Hannafin, M. J., Hill, J. R., Land, S. M., & Lee, E. (2014). Student-centered, open learning environments: Research, theory, and practice. In Handbook of Research on Educational Communications and Technology: Fourth Edition. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-3185-5_51

Presiden Republik Indonesia. (2012). Pendidikan Tinggi. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012.


Republik Indonesia. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003.


Tim Kurikulum dan Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2014). Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.



Senin, 04 Mei 2020

Contoh Instrumen Survey Mahasiswa dalam Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika

Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang sikap dan kepercayaan mahasiswa tentang kursus dan isinya.
Diberikan kepada:
Mahasiswa yang menempuh mata kuliah tertentu pada Program Studi Pendidikan  Matematika
Topik yang dibahas yaitu tentang:
Sikap & Keyakinan (Mahasiswa):
Konten, keterlibatan, dampak, metode, nilai praktis, dan keterampilan
Evaluasi Kursus:
Penilaian, konten, metode, kesempatan untuk berlatih, ketelitian, dan kepuasan
Dampak pada Hasil:
Kepercayaan diri, pengetahuan, penggunaan praktis, keterampilan, dan pemahaman mahasiswa
Penilaian Diri (mahasiswa):
Kepercayaan diri, keterlibatan, keterampilan, dan pemahaman

Format / Panjang: 40 pertanyaan skala tertutup Likert 4-titik yang berkisar dari "sangat setuju" hingga "sangattidak setuju"


Sangat setuju
Agak setuju
Agak tidak setuju
Sangat tidak setuju
1.
Cara terbaik untuk melakukannya dengan baik dalam geometri bidang adalah dengan menghafal semua rumus.
A
B
C
D
2.
Saya telah menerapkan apa yang telah saya pelajari dalam geometri bidang untuk pekerjaan saya di kursus non-matematika.
A
B
C
D
3.
Apa yang telah saya pelajari dalam geometri bidang nantinya berguna bagi saya setelah lulus.
A
B
C
D
4.
Ketika saya berada dalam geometri bidang, saya bisa melakukan beberapa masalah, tapi saya tidak tahu mengapa saya melakukannya.
A
B
C
D
5.
Hampir semua hal penting tentang matematika sudah dikenal oleh ahli matematika.
A
B
C
D
6.
Kelas geometri bidang saya terlalu teoretis, tidak cukup praktis.
A
B
C
D
7.
Setelah saya lupa semua rumus, saya masih bisa menggunakan ide-ide yang disajikan dalam geometri bidang.
A
B
C
D
8.
Saya merasa dapat menerapkan apa yang telah saya pelajari dalam geometri bidang untuk masalah dunia nyata.
A
B
C
D
9.
Beberapa orang pandai matematika dan beberapa tidak.
A
B
C
D
10.
Untuk memecahkan masalah geometri bidang Anda harus melakukannya dengan mengetahui prosedur yang tepat untuk masing-masing masalah, atau Anda tidak dapat melakukan apapun.
A
B
C
D
11.
Kelas geometri bidang saya benar-benar mengharuskan saya untuk memikirkan tentang apa yang saya lakukan daripada cukup memasukkan angka ke dalam rumus.
A
B
C
D
12.
Saya menemukan apa yang kami pelajari dalam geometri bidang menjadi membosankan, tidak menarik dan tugas untuk belajar.
A
B
C
D
13.
Dalam matematika, Anda bisa kreatif
dan menemukan sendiri semuanya.
A
B
C
D
14.
Kelas geometri bidang saya membosankan.
A
B
C
D
15.
Kelas geometri bidang saya membuat saya berpikir dan membutuhkan keterampilan memecahkan masalah.
A
B
C
D
16.
Saya senang mengerjakan soal matematika.
A
B
C
D
17.
Sebagian besar dari apa yang disajikan kepada saya di geometri bidang terlalu sulit untuk dipahami.
A
B
C
D
18.
Kursus geometri bidang saya membutuhkan lebih banyak berpikir daripada menghafal.
A
B
C
D
19.
Kelas geometri bidang saya mempersiapkan saya untuk mengambil kursus matematika tingkat lebih tinggi.
A
B
C
D
20.
Bahan kursus geometri bidang saya mencakup banyak hal dan terlalu cepat.
A
B
C
D
21.
Saya senang saya mengambil geometri bidang.
A
B
C
D
22.
Ketika saya belajar geometri bidang, saya pikir saya benar-benar mengerti dan tidak hanya meniru tekniknya.
A
B
C
D
23.
Kelas geometri bidang saya membantu saya melihat bahwa matematika bermanfaat.
A
B
C
D
24.
Dalam matematika, jawabannya adalah benar atau salah.
A
B
C
D
25.
Kursus geometri bidang saya seharusnya menutupi lebih banyak bahan.
A
B
C
D
26.
Sebagian besar pekerjaan di kelas geometri bidang saya cukup mudah.
A
B
C
D
27.
Saya merasa seolah-olah memiliki keamanan dasar dalam dasar-dasar geometri bidang.
A
B
C
D
28.
Dalam kursus geometri bidang saya, tidak cukup waktu untuk sepenuhnya dipahami dan memahami semua konsep penting.
A
B
C
D
29.
Kelas geometri bidang saya memberi saya kesempatan untuk memahami apa itu tentang kalkulus.
A
B
C
D
30.
Masalah matematika dapat dilakukan dengan benar hanya dengan satu jalan.
A
B
C
D
31.
Pemahaman konsep itu tentu saja memberikan sedikit atau tidak ada nilai pada tes dalam geometri bidang saya
A
B
C
D
32.
Saya tidak melihat penggunaan praktis untuk apa yang saya miliki dan dipelajari dalam geometri bidang.
A
B
C
D
33.
Kursus geometri bidang saya membantu saya memahami prinsip dasar kalkulus.
A
B
C
D
34.
Dalam jangka panjang, saya pikir mengambil geometri bidang akan membantu saya.
A
B
C
D
35.
Kelas geometri bidang saya memaksa saya untuk belajar banyak material.
A
B
C
D
36.
Secara keseluruhan, saya akan mengatakan kelas geometri bidang saya cukup menarik.
A
B
C
D
37.
Di kelas geometri bidang saya, saya harus mendaftar kalkulus untuk masalah dunia nyata.
A
B
C
D
38.
Saya berharap saya telah mengambil kursus geometri bidang lainnya
A
B
C
D