Sabtu, 21 Maret 2020

DAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 19 (COVID-19) BAGI DUNIA PENDIDIKAN TANAH AIR


Dunia Pendidikan di tanah air, saat ini sedang menghadapi suatu fenomena global terkait mewabahnya virus corona yang semakin meluas. Dampak mewabahnya virus corona ini sangat dirasakan oleh dunia pendidikan kita. Hal ini telah diakui oleh organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan. Hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan. Corona virus disease 19 (Covid-19) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian pada manusia. Penyebaran virus ini dapat terjadi jika tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita Covid-19, memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh benda yang terkena cipratan air liur penderita Covid-19, dan kontak jarak dekat dengan penderita Covid-19, misalnya bersentuhan atau berjabat tangan. Di Indonesia penyebaran virus ini semakin meningkat. Hal ini disampaikan oleh Achmad Yurianto dalam konferensi pers di kantor BNPB Jakarta (21/3). Data terbaru Sabtu (21/3) tercatat ada penambahan kasus baru sebanyak 81 orang, sehingga terdapat 450 kasus positif terinfeksi, dengan angka kematian 38. Sementara, untuk pasien yang sembuh hanya 4,44% dari jumlah kasus. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tentunya membuat kekhawatiran di dunia pendidikan kita. Sudah bisa dipastikan dampaknya terhadap sektor pendidikan juga akan semakin meningkat. Dampak yang paling dikhawatirkan adalah efek jangka panjang. Sebab para siswa secara otomatis akan merasakan keterlambatan dalam proses pendidikan yang dijalaninya.
Dengan bertambahnya penderita ini, maka telah memberikan efek negatif yang lebih besar terhadap sektor pendidikan di dalamnya. Untuk itu meredam dampaknya, maka dibutuhkan langkah-langkah strategis. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah secara cepat dan tepat. Langkah strategis yang dilakukan pemerintah adalah memberikan edukasi kepada para siswa dan praktisi pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan sosialisasi secara intensif oleh dinas kesehatan tentang Covid-19 itu sendiri, baik dari aspek pencegahannya maupun cara menyikapinya. Dengan wawasan ini diharapkan dapat mengurangi efek kekhawatiran berlebih yang dapat menyebabkan dampak traumatis pada diri siswa dan tentu juga para gurunya. Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia khususnya di lingkungan pendidikan yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang berupa Surat Edaran nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
Langkah konkrit yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penundaan sekolah-sekolah. Di beberapa wilayah ada yang menerapkan penutupan sekolah selama 2 pekan ke depan, sambil melakukan evaluasi terhadap penyebaran virus ini. Bahkan ada sekolah yang melakukan penutupan sampai batas akhir semester genap ini. Dengan kebijakan penundaan sekolah di Indonesia secara otomatis dapat mengganggu hak setiap warganya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Penutupan sekolah-sekolah dan kampus tersebut tentu dapat menghambat dan memperlambat capaian target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan atau sekolah masing-masing. Adapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menghadapi pandemi ini bertujuan untuk memutus rantai atau menekan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia khususnya di kalangan dunia pendidikan.
Kebijakan ini menyebabkan kegiatan pembelajaran yang semula dilakukan dengan tatap muka ditiadakan dan diganti dengan pembelajaran sistem daring. Sehingga siswa tidak lagi melakukan kegiatan pembelajaran di kelas secara bersama-sama. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya kontak langsung dengan banyak orang dan memutus rantai penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah. Pembelajaran dengan sistem daring ini tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, yaitu sekolah, orang tua, dan lingkungan serta yang tidak kalah penting adalah ketersediaan kuota internet yang sangat mendukung pelaksanaan pembelajaran daring ini.
Meskipun siswa tidak melakukan kegiatan pembelajaran secara langsung di sekolah, bukan berarti guru kemudian bebas tugas. Namun, guru tetap memantau kegiatan belajar siswa di rumah secara online melalui whats app, google classroom maupun video conference atau dengan aplikasi lainnya. Dengan demikian siswa tetap terpantau meskipun pembelajarannya di rumah. Selain guru, yang tentunya sangat berperan dalam mensukseskan pembelajaran di rumah adalah orang tua. Orang tua harus selalu mendampingi anaknya ketika jam pembelajaran sekolah berlangsung. Hal yang dapat diterapkan oleh orang tua untuk anaknya misalnya: ketika jam sekolah, melakukan pendampingan mulai dari awal sampai akhir pembelajaran. Selain itu, orang tua dapat menerapkan bahwa anak tidak diijinkan untuk menonton televisi di pagi hari ketika masa pembelajaran sekolah. Peran lingkungan juga sangat dibutuhkan yaitu ikut menjaga dan mengawasi anak-anak di lingkungannya karena ini merupakan tanggung jawab bersama untuk ikut mensukseskan kegiatan pembelajaran daring ini. Ketersediaan kuota internet tentu menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran daring. Sehingga orang tua perlu memfasilitasi anaknya dengan kuota internet yang memadai serta melakukan pemantauan penggunaan kuota tersebut sehingga tidak disalah gunakan. Dengan demikian siswa tidak akan kehilangan hak-haknya untuk tetap mendapatkan pendidikan meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini. Selain dampak positif, pembelajaran denga sistem daring ini tentunya memiliki dampak negatif. Bagi orang tua yang tidak dapat mendampingi dan memantau siswa selama belajar, maka pembelajaran sistem ini tidak akan berjalan dengan baik. Belum lagi siswa yang kesadaran belajarnya masih kurang, maka sistem yang diterapkan pemerintah dengan melakukan penutupan sekolah-sekolah akan digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Hal ini bisa mengakibatkan pada terhambatnya perkembangan kematangan siswa di masa yang akan datang. Selain itu, akan menghilangkan nilai-nilai dalam pembelajaran yang hanya dapat tersampaikan ketika melakukan pembelajaran secara langsung.


Sumber Bacaan




Rabu, 11 Maret 2020

PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JENJANG S1


URGENSI ADAPTIVE LEARNING DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BAGI SISWA


Matematika sebagai ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Namun pada kenyataannya, matematika merupakan salah satu pelajaran yang masih dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan agar dapat mengubah matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Pada pembelajaran matematika, berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada prosesnya. Proses pembelajaran tidak lepas dari peran serta guru dalam mengelola pembelajaran. Maka dari itu peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran, yaitu membantu siswa memahami dan menguasai materi pelajaran. Selain harus mempunyai pengetahuan matematika yang cukup, seorang guru matematika perlu mempunyai kemampuan matematis yang baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Kemampuan matematis adalah kemampuan untuk menghadapi permasalahan baik dalam matematika maupun kehidupan nyata. NCTM (2000) menyatakan bahwa ada lima kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); (5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation).
Salah satu kompetensi dasar yang diperlukan untuk dicapai dalam pembelajaran matematika adalah penalaran. Santrock (2010) menyatakan bahwa penalaran adalah pemikiran logis yang menggunakan logika induksi dan deduksi untuk menghasilkan kesimpulan. Wade & Carol (2007) mendefinisikan penalaran adalah suatu aktivitas mental yang melibatkan penggunaan berbagai informasi yang bertujuan untuk mencapai suatu kesimpulan.
Adegoke (2013) “success in mathematics reasoning ability reliably predicted success in mathematics attainment. These findings suggest the need for mathematics teachers to mount intervention programmes that will help students develop and improve their mathematical reasoning ability and ultimately improve their attainment in mathematics”. Pendapat tersebut memahami bahwa keberhasilan kemampuan penalaran matematis dapat memprediksi sukses dalam pencapaian matematis. Temuan ini menunjukkan perlunya guru matematika untuk menyusun program intervensi yang akan membantu siswa mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis mereka dan pada akhirnya memperbaiki pencapaian mereka dalam matematika.
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh (Kilpatrick, 2001) bahwa kemahiran matematika diharapkan dapat dicapai oleh siswa adalah sebagai berikut.
1.    Conceptual understanding, pemahaman atau penguasaan siswa terhadap konsep-konsep, operasi, dan relasi matematis.
2.    Procedural fluency, mengacu pada pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakannya secara tepat, dan keterampilan melakukan prosedur secara fleksibel, akurat, dan efisien.
3.    Strategic competence, mengacu pada kemampuan untuk merumuskan, menyajikan, dan menyelesaikan masalah matematika.
4.    Adaptive reasoning, merujuk pada kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan antara konsep dan situasi, kemampuan untuk berpikir reflektif, kemampuan untuk menjelaskan, dan kemampuan untuk memberikan pembenaran.
5.    Productive disposition, kecenderungan untuk mempunyai kebiasaan yang produktif, untuk melihat matematika sebagai hal yang masuk akal, berguna, bermakna, berharga, dan memiliki kepercayaan diri dan ketekunan dalam belajar matematika.
Dari uraian di atas ada lima komponen kemampuan matematika yang diperlukan untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika sekolah, termasuk penalaran adaptif. Penalaran adaptif memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan berpikir dari siswa dalam matematika. Karena alasan adaptif, siswa dilatih untuk berpikir logis, mencerminkan dan memprediksi jawabannya, eksplanatif atau memberikan penjelasan tentang konsep dan jawabannya. Prosedur dan membenarkan atau mengevaluasi kebenaran matematika.
Penalaran adaptif mengacu pada aktivitas mental yang mengadaptasi konsep, fakta, prosedur, dan metode matematika ke dalam situasi masalah matematika dan kemudian memberikan penjelasan, pembenaran dan refleksi mengenai hubungan antara konsep dan situasi. Kompetensi strategis mengacu pada aktivitas mental menerapkan strategi untuk merumuskan, mewakili, dan menyelesaikan masalah situasi (Kilpatrick, 2001).
National Research Council (2001) “Adaptive Reasoning is loosely defined as the capacity for logical thinking and the ability to reason and justify why solutions are appropriate within the context of problems that are large in scope”. Penalaran adaptif secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk berpikir logis dan kemampuan untuk berpikir dan membenarkan mengapa solusi yang tepat dalam konteks masalah dalam lingkup besar.
Penalaran adaptif adalah kapasitas untuk berpikir secara logis, merefleksikan, menjelaskan dan menjustifikasi yang di dalamnya memuat indikator kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan, menemukan pola pada suatu gejala matematika dan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Penalaran adaptif juga dapat diartikan sebagai kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan antar konsep dan situasi.
Memiliki kemampuan beradaptasi dan kompetensi strategis yang sangat baik, berarti bahwa siswa telah berhasil dalam belajar dan telah memiliki kemampuan matematika. Realisasi keberhasilan dalam belajar tidak hanya dilihat pada kemampuan siswa untuk sampai pada solusi dari masalah matematika, tetapi juga mampu berpikir logis untuk memberikan penjelasan dan pembenaran hasil pemikiran mereka dan strategi solusi yang digunakan dalam pembelajaran. proses pemecahan masalah matematika (Syukriani, Juniati, Yuli, & Siswono, 2016).



Sumber Bacaan

Adegoke, Benson  Adesina.  (2013).  “Modeling  the  Relationship  between Mathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment”. Journal of Education and Practice, 4(17): 54-61.

Carole Wade & Carol Ravris. (2007). Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta:Erlangga.

John W. Santrock. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Kilpatrick, J. (2001). The strands of mathematical proficiency. In Adding it up: Helping children learn mathematics. https://doi.org/10.17226/9822

National Research Council. (2001). Adding it up: Helping children learn mathematics. J. Kilpatrick, J. Swafford, and B. Findell (Eds.). Mathematics Learning Study Committee, Center for Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington, DC: National Academy Press.

NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Syukriani, A., Juniati, D., Yuli, T., & Siswono, E. (2016). Adaptive Reasoning and Strategic Competence in Solving Mathematical Problem: A Case Study of Male-Field Independent (FI) Student. PROCEEDING OF 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE ON RESEARCH, IMPLEMENTATION AND EDUCATION OF MATHEMATICS AND SCIENCE.