Matematika sebagai ilmu
dasar mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Namun pada
kenyataannya, matematika merupakan salah satu pelajaran yang masih dianggap
sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan
agar dapat mengubah matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Pada
pembelajaran matematika, berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada
prosesnya. Proses pembelajaran tidak lepas dari peran serta guru dalam
mengelola pembelajaran. Maka dari itu peran guru sangat penting dalam proses
pembelajaran, yaitu membantu siswa memahami dan menguasai materi pelajaran.
Selain harus mempunyai pengetahuan matematika yang cukup, seorang guru
matematika perlu mempunyai kemampuan matematis yang baik agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Kemampuan matematis adalah kemampuan untuk menghadapi permasalahan baik
dalam matematika maupun kehidupan nyata. NCTM (2000) menyatakan bahwa ada lima kemampuan
matematis yang harus
dimiliki siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk
memecahkan masalah (mathematical problem
solving); (4) belajar
untuk mengaitkan ide (mathematical
connection); (5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation).
Salah satu kompetensi
dasar yang diperlukan untuk dicapai dalam pembelajaran matematika adalah
penalaran. Santrock (2010) menyatakan bahwa penalaran adalah pemikiran logis yang
menggunakan logika induksi dan deduksi untuk menghasilkan kesimpulan. Wade
& Carol (2007) mendefinisikan penalaran adalah suatu aktivitas mental yang
melibatkan penggunaan berbagai informasi yang bertujuan untuk mencapai suatu
kesimpulan.
Adegoke (2013) “success in mathematics reasoning ability
reliably predicted success in mathematics attainment. These findings suggest
the need for mathematics teachers to mount intervention programmes that will
help students develop and improve their mathematical reasoning ability and
ultimately improve their attainment in mathematics”. Pendapat tersebut
memahami bahwa keberhasilan kemampuan penalaran matematis dapat memprediksi
sukses dalam pencapaian matematis. Temuan ini menunjukkan perlunya guru
matematika untuk menyusun program intervensi yang akan membantu siswa
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis mereka dan pada
akhirnya memperbaiki pencapaian mereka dalam matematika.
Hal yang serupa juga dikemukakan
oleh (Kilpatrick, 2001) bahwa kemahiran matematika
diharapkan dapat dicapai oleh siswa adalah sebagai berikut.
1.
Conceptual
understanding, pemahaman atau penguasaan siswa terhadap
konsep-konsep, operasi, dan relasi matematis.
2.
Procedural
fluency, mengacu pada pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang kapan dan
bagaimana menggunakannya secara tepat, dan keterampilan melakukan prosedur
secara fleksibel, akurat, dan efisien.
3.
Strategic
competence, mengacu pada kemampuan untuk merumuskan, menyajikan, dan menyelesaikan
masalah matematika.
4.
Adaptive
reasoning, merujuk pada kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan
antara konsep dan situasi, kemampuan untuk berpikir reflektif, kemampuan untuk
menjelaskan, dan kemampuan untuk memberikan pembenaran.
5.
Productive
disposition, kecenderungan untuk mempunyai kebiasaan yang
produktif, untuk melihat matematika sebagai hal yang masuk akal, berguna,
bermakna, berharga, dan memiliki kepercayaan diri dan ketekunan dalam belajar
matematika.
Dari uraian di atas ada
lima komponen kemampuan matematika yang diperlukan untuk dikembangkan dalam
pembelajaran matematika sekolah, termasuk penalaran adaptif. Penalaran adaptif
memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan berpikir dari siswa dalam
matematika. Karena alasan adaptif, siswa dilatih untuk berpikir logis,
mencerminkan dan memprediksi jawabannya, eksplanatif atau memberikan penjelasan
tentang konsep dan jawabannya. Prosedur dan membenarkan atau mengevaluasi
kebenaran matematika.
Penalaran adaptif mengacu pada
aktivitas mental yang mengadaptasi konsep, fakta, prosedur, dan metode
matematika ke dalam situasi masalah matematika dan kemudian memberikan
penjelasan, pembenaran dan refleksi mengenai hubungan antara konsep dan
situasi. Kompetensi strategis mengacu pada aktivitas mental menerapkan strategi
untuk merumuskan, mewakili, dan menyelesaikan masalah situasi (Kilpatrick, 2001).
National Research Council (2001) “Adaptive Reasoning is loosely defined as the
capacity for logical thinking and the ability to reason and justify why
solutions are appropriate within the context of problems that are large in
scope”. Penalaran adaptif secara umum didefinisikan sebagai
kemampuan untuk berpikir logis dan kemampuan untuk berpikir dan membenarkan
mengapa solusi yang tepat dalam konteks masalah dalam lingkup besar.
Penalaran adaptif adalah kapasitas
untuk berpikir secara logis, merefleksikan, menjelaskan dan menjustifikasi yang
di dalamnya memuat indikator kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur,
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan, menemukan
pola pada suatu gejala matematika dan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan.
Penalaran adaptif juga dapat diartikan sebagai kapasitas untuk berpikir secara
logis tentang hubungan antar konsep dan situasi.
Memiliki kemampuan beradaptasi dan
kompetensi strategis yang sangat baik, berarti bahwa siswa telah berhasil dalam
belajar dan telah memiliki kemampuan matematika. Realisasi keberhasilan dalam
belajar tidak hanya dilihat pada kemampuan siswa untuk sampai pada solusi dari
masalah matematika, tetapi juga mampu berpikir logis untuk memberikan
penjelasan dan pembenaran hasil pemikiran mereka dan strategi solusi yang
digunakan dalam pembelajaran. proses pemecahan masalah matematika (Syukriani, Juniati, Yuli, & Siswono, 2016).
Sumber Bacaan
Adegoke, Benson Adesina. (2013). “Modeling the Relationship between Mathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment”. Journal of Education and Practice, 4(17): 54-61.
Carole Wade & Carol Ravris. (2007). Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta:Erlangga.
John W. Santrock. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Adegoke, Benson Adesina. (2013). “Modeling the Relationship between Mathematical Reasoning Ability and Mathematics Attainment”. Journal of Education and Practice, 4(17): 54-61.
Carole Wade & Carol Ravris. (2007). Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta:Erlangga.
John W. Santrock. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Kilpatrick, J. (2001). The strands of mathematical
proficiency. In Adding it up: Helping children learn mathematics.
https://doi.org/10.17226/9822
National Research Council. (2001). Adding it up: Helping children learn mathematics. J. Kilpatrick, J. Swafford, and B. Findell (Eds.). Mathematics Learning Study Committee, Center for Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington, DC: National Academy Press.
NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Syukriani, A., Juniati, D., Yuli, T., & Siswono, E. (2016). Adaptive Reasoning and Strategic Competence in Solving Mathematical Problem: A Case Study of Male-Field Independent (FI) Student. PROCEEDING OF 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE ON RESEARCH, IMPLEMENTATION AND EDUCATION OF MATHEMATICS AND SCIENCE.
National Research Council. (2001). Adding it up: Helping children learn mathematics. J. Kilpatrick, J. Swafford, and B. Findell (Eds.). Mathematics Learning Study Committee, Center for Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington, DC: National Academy Press.
NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Syukriani, A., Juniati, D., Yuli, T., & Siswono, E. (2016). Adaptive Reasoning and Strategic Competence in Solving Mathematical Problem: A Case Study of Male-Field Independent (FI) Student. PROCEEDING OF 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE ON RESEARCH, IMPLEMENTATION AND EDUCATION OF MATHEMATICS AND SCIENCE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar