Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesatnya memberikan
dampak pada perubahan tuntutan hidup masyarakat. Sehingga dibutuhkan kemampuan
untuk dapat beradaptasi secara cepat dan mengubah pola pikir yang lebih maju. Pola
pikir dapat terbentuk dengan mempelajari matematika. Oleh karena itu untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang supaya memiliki pola pikir yang lebih
maju maka di setiap jenjang pendidikan dimasukkan matematika sebagai salah satu
mata pelajaran wajib.
Matematika sekolah
adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Matematika sekolah tersebut terdiri
atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan
kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada IPTEK (Suherman,
2001). Pendapat lain mengemukakan bahwa matematika sekolah dipandang sebagai
kumpulan aturan-aturan yang harus dimengerti, perhitungan-perhitungan aritmatika,
persamaan aljabar yang misterius, dan bukti-bukti geometris, sebagai
konsekuensinya, matematika lebih cocok apabila diajarkan dengan mengacu kepada
behaviorisme (Subanji, 2011).
Matematika diajarkan di
sekolah membawa misi yang sangat penting, yaitu mendukung ketercapaian tujuan
pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan matematika di sekolah dapat
digolongkan menjadi dua (Ekawati, 2011):
1. Tujuan
yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk
kepribadian siswa.
2. Tujuan
yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan
menerapkan matematika.
Sesuai dengan tujuan
diberikannya matematika di sekolah, dapat dilihat bahwa matematika sekolah
memegang peranan sangat penting bagi
siswa yaitu supaya mempunyai bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap
serta pola pikirnya, supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan
untuk matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya. Matematika
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Ebbutt and Straker mengemukakan hakikat matematika
sekolah (Marsigit, 2013) adalah:
1. Matematika
adalah kegiatan penelusuran pola atau hubungan.
2. Matematika
adalah kegiatan problem solving.
3. Matematika
adalah kegiatan investigasi.
4. Matematika
adalah komunikasi.
Keempat hal tersebut dipandang
sebagai alternatif agar matematika di sekolah tampak lebih ramah dan
menyenangkan bagi diri siswa. Sehingga tidak ada lagi kecemasan siswa dalam
mempelajari matematika. selain hakikat matematika sekolah, hal lain yang perlu
diketahui adalah fungsi dari matematika itu senidiri.
Fungsi matematika
adalah sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai kompetensi. Dengan
mempelajari materi matematika diharapkan siswa akan dapat menguasai seperangkat
kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penguasaan materi matematika
bukanlah tujuan akhir dari pembelajaran matematika, akan tetapi penguasaan
materi matematika hanyalah jalan mencapai penguasaan kompetensi. Fungsi lain
mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan.
Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran
matematika sekolah.
Dengan mengetahui
ketiga fungsi tersebut para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh
diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan
abstraksi ini, siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau
kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan
melalui contoh-contoh khusus (generalisasi) (Ekawati, 2011).
Siswa yang berada pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah akan lebih mudah dalam mempelajari
matematika melalui pengalaman yang telah mereka peroleh. Hal ini berarti bahwa
pengetahuan yang mereka dapatkan bersumber dari pengalaman atau yang disebut
dengan a posteriori. Konsep a posteriori adalah konsep yang tidak
dapat dipahami secara terpisah dari pengalaman tertentu. Karena sumbernya
adalah pengalaman, maka konsep a
oposteriori berlaku pada matematika sekolah. Dimana siswa belajar
matematika berdasarkan pengalaman mereka. Dimulai dari hal-hal yang bersifat
konkrit dan dapat dilihat atau disentuh secara nyata. Selain itu belajar berdasarkan
kenyataan yang terjadi pada kehidupan sehari-siswa atau lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian
matematika yang mereka pelajari di sekolah akan mudah diterima dengan baik dan menjadi
lebih bermakna.
Sumber Bacaan
Ekawati,
Estina. (2011). Peran, Fungsi, Tujuan,
dan Karakteristik Matematika Sekolah. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. Di
akses https://p4tkmatematika.org/2011/10/peran-fungsi-tujuan-dan-karakteristik-matematika-sekolah/
Marsigit.
(2013). Elegi Pemberontakan Pendidikan
Matematika 9: School Mathematics. https://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_5936.html
Subanji.
(2011). Matematika Sekolah dan Pembelajarannya. J-TEQIP, edisi Tahun
II, No. 1.
Suherman.
E. (2001). Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar