Rabu, 05 Februari 2020

INTEGRASI ETNOMATEMATIKA DALAM KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH


Unsur utama dalam kehidupan manusia adalah pendidikan karena melalui pendidikan dapat mewujudkan perilaku individu yang sesuai dengan norma-norma yang ada. Selain itu, pendidikan dapat menumbuhkan budi pekerti dan pemikiran manusia sebagai wujud kebudayaan yang beradab. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya setiap individu memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat pada lingkungan sekitar. Hal inilah yang mencerminkan hakikat pendidikan karena pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pembentukan budaya. Orientasi pendidikan pada nilai-nilai budaya diharapkan dapat membentuk perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang berbudaya dan menghargai budayanya sendiri. Jika pendidikan juga ditujukan pada penguatan nilai budaya, program pendidikan yang diselenggarakan di sekolah hendaknya selalu terintegrasi dengan pengembangan nilai-nilai budaya lokal, di antaranya melalui program pembelajaran pada seluruh mata pelajaran termasuk pembelajaran matematika.
NCTM (2000) menyebutkan mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui sebelumnya dan perlukan untuk belajar dan kemudian memberikan tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik. Khusus di SD, siswa SD terletak pada usia antara 7 – 13 tahun. Menurut Piaget mereka berada pada fase operasional konkret. Berdasarkan fase ini, Pembelajaran matematika di SD hendaknya diawali dengan sesuatu yang konkret dan nyata serta dekat dengan kehidupan, pengetahuan dan pengalaman siswa. Menurut Freudenthal (1991) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Freudenthal memandang matematika bukan sebagai suatu produk jadi yang kita berikan kepada siswa, melainkan suatu proses yang dikonstruksi oleh siswa. Konstruksi pengetahuan akan lebih mudah jika berangkat dari pengalaman nyata yang dekat dengan siswa, terkait dengan realitas, mudah dibayangkan (imagineable), berwujud suatu kegiatan dan kebiasaan yang sering dilakukan di lingkungan atau daerah sekitarnya. Dengan memberikan konten yang relevan dan bermakna dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan dan mengintegrasikan pembelajaran mereka dalam konteks yang lebih besar (Rathburn, 2015).
Proses belajar dengan mengkonstruk pengetahuannya sendiri akan lebih bermakna apabila dalam proses pembelajaran matematika mengkaitkan dengan budaya yang ada di sekitar siswa (Peni, 2019). Dengan mengintegrasikan budaya ke dalam mata pelajaran matematika, diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam belajar matematika. Matematika merupakan hasil refleksi pemikiran manusia, matematika dapat dikatakan sebagai hasil akal (budi) dan usaha (daya) manusia. Bishop (Ernest, 2013) menegaskan bahwa matematika dipandang sebagai produk budaya yang dikembangkan melalui berbagai aktivitas, seperti menghitung, menempatkan, mengukur, merancang, bermain, dan menjelaskan. Setiap orang dalam keseharian disadari atau tidak melakukan aktivitas tersebut, lebih jauh dapat dikatakan bawa matematika dekat dengan kehidupan sehari-hari. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh setiap orang. Dengan demikian matematika sebagai pengetahuan budaya diturunkan dari aktivitas tersebut dalam satu cara tertentu (sikap) sadar dan terus menerus. Sehingga membawa pembelajaran berbasis budaya ke dalam kurikulum sangat penting.
Mengenai implementasi pengetahuan matematika di sekolah-sekolah dan ruang kelas, guru harus sadar dengan kurikulum budaya-buta yang dimaksudkan, multi-budaya di kelas dan guru sebagai antropolog sosial. Dan dalam hal terakhir kurikulum yang dicapai, pengetahuan matematika harus sadar dengan lingkungan peserta didik terkait dengan apa yang mereka pelajari di luar sekolah dan budaya mereka. Beberapa hal penting untuk mengembangkan kurikulum termasuk dalam mata pelajaran matematika adalah tujuan kurikulum matematika, standar isi dan untuk pelengkap, bahan ajar untuk mendukung semua standar (Peni, 2019). Berbicara tentang matematika dengan budaya maka di sinilah etnomatematika berperan.
Etnomatematika dalam pendidikan matematika dapat didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara matematika dan budaya. (Rosa & Orey, 2013) menempatkan ethnomathematics sebagai bentuk set persimpangan antara antropologi budaya dan matematika institusional dan menggunakan pemodelan matematika untuk memecahkan masalah dunia nyata dan menerjemahkannya ke dalam sistem bahasa matematika modern.
Ada lima prinsip pendekatan budaya terhadap kurikulum matematika oleh Bishop: keterwakilan, formalitas, aksesibilitas, kekuatan penjelas, luas dan dasar. Ini berarti bahwa (1) kurikulum harus mewakili budaya matematika, baik dari segi teknologi simbolik dan nilai-nilai; (2) harus merealisasikan tingkat formal budaya itu; (3) harus dapat diakses oleh semua anak; (4) harus menekankan matematika sebagai penjelasan; dan yang terakhir (5) harus relatif luas dan elementer daripada sempit dan menuntut konsepsinya (Peni, 2019).
Isu-isu budaya yang dimasukkan ke dalam pemebalajaran matematika dapat membantu siswa dalam belajar matematika. Namun, setiap budaya memiliki ilmunya sendiri, yang merupakan bagian dari warisan dan perjuangan untuk bertahan hidup. Sehingga ilmu perlu digunakan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam pengembangan pendidikan, dengan memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah (François, 2010). Menurut Rosa & Orey mengajar matematika menggunakan budaya yang relevan dan pengalaman seseorang membantu siswa untuk mengetahui lebih banyak kenyataan, budaya, masyarakat, isu yang berkaitan dengan lingkungan dalam hubungannya dengan matematika dan pendekatan yang digunakan akan membuat pembelajaran matematika berhasil. Integrasi etnomatematika ke dalam kurikulum dianggap sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan (Rosa et al., 2016).

Sumber Bacaan

Ernest, P. (2013). The philosophy of mathematics education. In The Philosophy of Mathematics Education. https://doi.org/10.4324/9780203058923

François, K. (2010). the Role of Ethnomathematics Within Mathematics Education. Proceedings of Cerme. https://doi.org/10.1007/978-3-319-12688-3

Freudenthal, H. (1991). Revisiting mathematics education. China Lectures, Dordrecht Kluwer Academic Publishers.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. USA: NCTM.

Peni, N. R. (2019). Development Framework of Ethnomathematics Curriculum through Realistic Mathematics Education Approach. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), 9(4), 16–24. https://doi.org/10.9790/1959-0904011624www.iosrjournals.org

Rathburn, M. K. (2015). Building Connections Through Contextualized Learning in an Undergraduate Course on Scientific and Mathematical Literacy. Georgia Educational Researcher, 9(1). https://doi.org/10.20429/ijsotl.2015.090111

Rosa, M., D’Ambrosio, U., Orey, D. C., Shirley, L., Alangui, W. V., Palhares, P., & Gavarrete, M. E. (2016). Current and Future Perspectives of Ethnomathematics as a Program. In ICME-13 Topical Surveys. https://doi.org/10.1007/978-3-319-30120-4
Rosa, M., & Orey, D. C. (2013). Ethnomodeling as a Research Theoretical Framework on Ethnomathematics and Mathematical Modeling. Journal of Urban Mathematics Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar