Pembelajaran merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan dalam rangka membangun interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan siswa dengan
lingkungan belajarnya (Daryanto, 2014). Dalam hal ini guru dan siswa mempunyai
peran masing-masing supaya tujuan pembelajaran dapat terwujud. Guru berperan
sebagai fasilitator sedangkan siswa berperan dalam mengkonstruk pengetahuannya
sendiri sehingga akan terjadi suatu proses perolehan ilmu dan pengetahuan. Banyak
ilmu dan pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa melalui pembelajaran, salah
satunya adalah matematika.
Matematika merupakan ilmu yang
secara umum mendasari perkembangan
teknologi modern serta mempunyai peran
penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan dalam memajukan daya
pikir manusia (Permendiknas No. 22
Tahun 2006). Matematika merupakan
ilmu yang penting dalam menunjang kehidupan dan kegiatan manusia sehari-hari. Sesuai
dengan pendapat (Freudenthal, 1991) bahwa matematika merupakan aktivitas
manusia dan harus dikaitkan dengan realitas. Sehingga matematika merupakan
suatu proses yang dibangun oleh siswa yang dimulai dari pembelajaran matematika,
kemudian dilanjutkan dengan implementasinya dalam kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran matematika
merupakan proses dimana
siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
matematika (Fitri, 2014). Konstruksi pengetahuan akan lebih mudah jika
berangkat dari pengalaman nyata yang dekat dengan siswa, terkait dengan
realitas, mudah dibayangkan (imagineable),
berwujud suatu kegiatan dan kebiasaan yang sering dilakukan di lingkungan atau
daerah sekitarnya. Dengan memberikan konten yang relevan dan bermakna dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan dan mengintegrasikan
pembelajaran mereka dalam konteks yang lebih besar (Rathburn,
2015).
Proses belajar dengan mengkonstruk pengetahuannya sendiri akan lebih
bermakna apabila dalam proses pembelajaran matematika mengkaitkan dengan budaya
yang ada di sekitar siswa (Peni, 2019). Dengan mengintegrasikan budaya ke dalam
mata pelajaran matematika, diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam belajar matematika. Keterampilan
matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak dibangun secara logis
berdasarkan pada struktur kognitif abstrak, melainkan dibentuk dari kombinasi
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sebelumnya dan input budaya baru (Rosa &
Clark, 2011). Matematika merupakan hasil refleksi
pemikiran manusia, matematika dapat dikatakan sebagai hasil akal (budi) dan
usaha (daya) manusia. Bishop (Ernest, 2013) menegaskan bahwa matematika dipandang sebagai
produk budaya yang dikembangkan melalui berbagai aktivitas, seperti menghitung,
menempatkan, mengukur, merancang, bermain, dan menjelaskan. Setiap orang dalam
keseharian disadari atau tidak melakukan aktivitas tersebut, lebih jauh dapat
dikatakan bawa matematika dekat dengan kehidupan sehari-hari. Aktivitas
tersebut merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh setiap orang. Dengan
demikian matematika sebagai pengetahuan budaya diturunkan dari aktivitas
tersebut dalam satu cara tertentu (sikap) sadar dan terus menerus.
Matematika sangat erat
kaitannya dengan budaya, hubungan antar keduanya lebih dikenal dengan
etnomatematika. Etnomatematika
ditempatkan sebagai bentuk set persimpangan antara antropologi budaya dan
matematika institusional dan menggunakan pemodelan matematika untuk memecahkan
masalah dunia nyata dan menerjemahkannya ke dalam sistem bahasa matematika
modern (Rosa & Orey,
2013). Barton menyatakan bahwa dalam konsepsi ini,
etnomatematematika adalah program yang menyelidiki cara-cara di mana kelompok
budaya yang berbeda memahami, mengartikulasikan, dan menerapkan konsep dan
praktik yang dapat diidentifikasi sebagai praktik matematika (Rosa & Clark,
2011).
Peran etnomatematika dalam pembelajaran matematika di sekolah diantaranya
adalah etnomatematika berperan dalam pengajaran geometri dengan cara
mengintegrasikan etnomatematika ke dalam pembelajaran geometri (Sunzuma &
Maharaj, 2019). Penelitian Achor et al menemukan bahwa
etnomatematika terbukti menjadi pendekatan yang layak dalam memperkenalkan
pembelajaran yang bermakna (Sunzuma &
Maharaj, 2019). Hal ini mungkin karena siswa yang diajarkan dengan
pendekatan etnomatik mampu menghubungkan praktik budaya dalam masyarakat mereka
dengan pembelajaran. Ini menyiratkan bahwa pendekatan etnomatematika mungkin
membantu dalam mengurangi sifat abstrak dari pengajaran dan pembelajaran
geometri. Selain itu etnomatematika berperan dalam pengajaran materi pola
bilangan. Dalam hal ini siswa dapat mengamati bentuk-bentuk yang ada pada motif
batik yang kemudian digunakan dalam pembelajaran matematika materi pola
bilangan (Astuti, Purwoko,
& Sintiya, 2019). Peran etnomatematika yang lain dalam pembelajaran
matematika adalah bermanfaat dalam pembelajaran materi operasi bilangan,
kesebangunan, kekongruenan, perbandingan bilangan, dan relasi (Risdiyanti &
Prahmana, 2018). Etnomatematika berperan dalam melatih keterampilan
berhitung siswa (Febriyanti,
Kencanawaty, & Irawan, 2019).
Sumber Bacaan
Astuti, E. P., Purwoko, R. Y., & Sintiya, M. W.
(2019). BENTUK ETNOMATEMATIKA PADA BATIK ADIPURWO DALAM PEMBELAJARAN POLA
BILANGAN. JOURNAL of MATHEMATICS SCIENCE and EDUCATION.
https://doi.org/10.31540/jmse.v1i2.273
Daryanto. (2014). Pendekatan
Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Depdiknas. (2006). Permendiknas
No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Ernest, P. (2013). The philosophy of mathematics education.
In The Philosophy of Mathematics Education. https://doi.org/10.4324/9780203058923
Febriyanti, C., Kencanawaty, G., & Irawan, A. (2019).
ETNOMATEMATIKA PERMAINAN KELERENG. MaPan.
https://doi.org/10.24252/mapan.2019v7n1a3
Fitri, Rahman. Penerapan
Strategi The Firing
Line pada Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Batiputih. Kolaka: Jurnal
Pendidikan matematika UNP Vol. 3 No. 1, 2014 hal 18
Freudenthal, H. (1991). Revisiting
mathematics education. China Lectures, Dordrecht Kluwer Academic
Publishers.
Peni, N. R. (2019). Development Framework of Ethnomathematics
Curriculum through Realistic Mathematics Education Approach. IOSR Journal of
Research & Method in Education (IOSR-JRME), 9(4), 16–24.
https://doi.org/10.9790/1959-0904011624www.iosrjournals.org
Rathburn, M. K. (2015). Building Connections Through
Contextualized Learning in an Undergraduate Course on Scientific and
Mathematical Literacy. Georgia Educational Researcher, 9(1).
https://doi.org/10.20429/ijsotl.2015.090111
Risdiyanti, I., & Prahmana, R. C. I. (2018).
Etnomatematika: Eksplorasi dalam Permainan Tradisional Jawa. Journal of
Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang.
https://doi.org/10.31331/medives.v2i1.562
Rosa, M., & Clark, D. (2011). Ethnomathematics: the
cultural aspects of mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatemática.
Rosa, M., & Orey, D. C. (2013). Ethnomodeling as a
Research Theoretical Framework on Ethnomathematics and Mathematical Modeling. Journal
of Urban Mathematics Education.
Sunzuma, G., & Maharaj, A. (2019). Teacher-related
Challenges Affecting the Integration of Ethnomathematics Approaches into the
Teaching of Geometry. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, 15(9). https://doi.org/10.29333/ejmste/108457
Tidak ada komentar:
Posting Komentar