A.
Pendahuluan
Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan,
penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun
kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan
untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik.
Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi
kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan
seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program
yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri,
Dalam
pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang
terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta
unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Keragaman
sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang
sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan perbedaan filosofi,
visi, dan teori yang dianut para pengambil keputusan mengenai kurikulum.
Perbedaan filosofi, visi, dan teori para pengambil keputusan seringkali dapat
diselesaikan melalui jenjang otoritas yang dimiliki seseorang walaupun
dilakukan dalam suatu proses deliberasi yang paling demokratis sekali pun.
Ketika perbedaan filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses
pengembangan dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut
adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang sejalan atau
bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah
konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum.
Keragaman
sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi adalah suatu realita
masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai
objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum nasional. Posisi sebagai
objek ini tidak menguntungkan karena ia seringkali diabaikan oleh para otoritas
pengembang kurikulum. Sayangnya, kedudukannya yang menjadi objek berubah
menjadi subjek dan penentu dalam implementasi kurikulum tetapi tetap tidak
dijadikan landasan ketika guru mengembangkan kurikulum. Padahal keragaman itu
berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum,
kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa
dalam berproses dalam belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang
dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Artinya, keragaman itu menjadi suatu
variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan
kurikulum baik sebagai proses (curriculum as observed, curriculum as
experienced, curriculum as implemented, curriculum as reality) tetapi juga
kurikulum sebagai hasil.
Waring
(dalam Cienurani, 2008) mengemukan posisi keragaman sebagai variabel bebas
memang berada pada tataran sekolah dan masyarakat di mana suatu kurikulum
dikembangkan dan diharapkan menjadi pengubah yang tangguh sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang dapat diperkirakan (perceived needs of a society).
Secara nyata pengaruh tersebut berada pada diri guru yang bertanggungjawab
terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang menjalani kurikulum. Dengan
perkataan lain, pengaruh tersebut berada pada tataran yang tak boleh diabaikan
sama sekali di mana studi kurikulum memperlihatkan kerentanan, dan kemungkinan
besar kurikulum berubah atau bahkan berbeda sama sekali dengan apa yang telah
direncanakan dan diputuskan. Oleh karena itu, keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan aspirasi politik harus menjadi faktor yang diperhitungkan dan
dipertimbangkan dalam sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum
Berdasarkan
uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan: faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? Oleh karena itu, makalah ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
pengembangan kurikulum.
B.
Pengertian
Kurikulum
Dalam
pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana
pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (Sudrajat, 2008)
mengemukakan bahwa : “A Curriculun is a written document which may
contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of
pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau
sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh
Caswel dan Campbell (dalam Sudrajat, 2008) yang mengatakan bahwa kurikulum
… to be composed of all the experiences children have under the
guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (Sudrajat,
2008) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from
content of courses study and list of subject and courses to all experiences
which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Untuk
mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (Sudrajat, 2008) mengemukakan
bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1. kurikulum sebagai suatu ide; yang
dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum
dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya
memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan,
yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam
bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang
merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk
ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau
kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara
itu, Purwadi (dalam Sudrajat, 2008) memilah pengertian kurikulum menjadi enam
bagian, yaitu :
1. kurikulum sebagai ide
2. kurikulum formal berupa dokumen yang
dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan
kurikulum
3. kurikulum menurut persepsi pengajar
4. kurikulum operasional yang
dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas
5. kurikulum experience yakni kurikulum
yang dialami oleh peserta didik
6. kurikulum yang diperoleh dari
penerapan kurikulum.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan
bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
C.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pegembangan Kurikulum
Dalam
Sukmadinata (2006: 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum, yaitu :
1.
Pergururan Tinggi
Perguruan
tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah.
Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dikembangkan diperguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak
memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis
pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran
yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi
isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan
serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti
IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga
mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan
kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan
keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan
mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi
kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis
sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai
program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak
guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur
mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui
program diploma dan sarjana.
2.
Masyarakat
Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak
didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan
agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di
tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi
masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat
yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau
heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang
ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia
usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan
kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk
selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis
pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan
dan digunakan sekolah.
3.
Sistem Nilai
Dalam
kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan,
sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga
bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang
tumbuh di masyarakat.
Sistem
nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam
kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di
masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari
berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok
sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu
memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek
sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya.
Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang
tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya:
a. Mengetahui dan memperhatikan semua
nilai yang ada dalam masyarakat
b. Berpegang pada prinsip demokratis,
etis, dan moral
c. Berusaha menjadikan dirinya sebagai
teladan yang patut ditiru
d. Menghargai nlai-nilai kelompok lain
e. Memahami dan menerima keragaman
budaya yang ada
Berdasarkan
analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata
(2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum, tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan
kurikulum. Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Landasan
pengembangan kurikulum sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum karena bila
landasannya berupa maka akan mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Berdasarkan
analisis kami, maka faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum, diantaranya:
1.
Filosofis
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti:
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada
aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella
Yulaelawati (dalam Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.
Perenialisme lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya
dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.
Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga
lebih berorientasi pada masa lalu.
c.
Eksistensialisme menekankan pada individu
sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
d.
Progresivisme menekankan pada pentingnya
melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman
belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.
e.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut
dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran
Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara,
filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model
Kurikulum Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara selektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat
ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih
menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme. Ini merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum (dari teacher
center menjadistudent center).
2.
Psikologis
Sukmadinata
(2006: 46) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang
mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a.
Motif;
sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
b.
Bawaan;
yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c.
Konsep
diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d.
Pengetahuan;
yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang.
e.
Keterampilan;
yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima
kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber
daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih
tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan
motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian
seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah
dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.
Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan
dikembangkan.
Dalam
konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (dalam Sudrajat: 2008) menyoroti
tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa
sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu
diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat
kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan
peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3.
Sosial-Budaya
Kurikulum
dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,
bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat.
Israel
Scheffer (Sukmadinata, 2006: 60) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan
sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan
sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
4.
Politik
Wiles
Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A
Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam
pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal
ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses
politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka
setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
5.
Pembangunan
Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan
kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan
dunia. Negara yang ingin maju dan membangun tidak seharusnya mempunyai
kurikulum yang statis. Oleh karena itu kurikulum harus diubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan kemajuan sains dan teknologi.
Kenyataan
tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah membawa perubahan
yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia.
Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran sains
dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja yang mahir diperlukan
dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.
6.
Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)
Pada
awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal
manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil
kalau manusia bisa menginjakkan kaki di bulan, tetapi berkat kemajuan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat
Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama
yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan
cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan
cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain
itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar(learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
D.
Hambatan-hambatan
yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan-hambatan antara lain:
1. Kurangnya partisipasi guru
2. Datang dari masyarakat.
3. Kurang waktu
4. Kekurang sesuaian pendapat (baik
antara sesama guru dengan kepala sekolah dan administrator)
5. Karena kemampuan dan pengetahuan
guru sendiri.
Masyarakat
merupakan sumber input dari sekolah, karena keberhasilan pendidikan, ketetapan
kurikulum yang dugunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dari
mayarakat.
E.
Penutup
Proses
perkembangan kurikulum sebagai sifatnya yang sentiasa berubah turut dipengaruhi
oleh faktor-faktor persekitaran yang merangsang reaksi manusia yang terlibat
dalam kepentingannya. Hasrat terhadap perubahan kurikulum itu menggambarkan
keperluan pendidikan yang menjadi wadah penerus kemajuan bangsa dan negara itu
sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kurikulum
adalah elemen yang saling berkait antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan
idealisme dan perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi
persekolahan yang akan meneruskan kebudayaan.
Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu meliputi:
1. Pergururan Tinggi
2. Masyarakat
3. Sistem Nilai
4. Filosofis
5. Psikologis
6. Sosial-Budaya
7. Politik
8. Pembangunan Negara Dan Perkembangan
Dunia
9. Ilmu dan Teknologi (IPTEK)
Faktor-foaktor
yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, harus menimaliskan faktor yang
bersifat negatif. Oleh karena itu bagi pengembang kurikulum diharapkan dapat
bekerjasama dengan kelompok lain dan adanya ujicoba agar faktor negatif dapat
diminimaliskan.
===== 000 =====
REFERENSI
Chamisijatin,
Lisa, dkk. 2008. Pengembangan
Kurikulum SD. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2006. Pengembangan
Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudrajat,
Akhmad. 2008. Pengembangan
Kurikulum (http://istpi.
wordpress.com/2008/10/27/pengembangan-kurikulum/ diakses pada tanggal 20
Nopember 2008).